Tuesday, February 23, 2010

Inspiring Story

Syaikh 'Abdullah 'Azzam. TIMES menyebutnya Reviver Jihad Abad Duapuluh. Ia adalah satu diantara sedikit orang di masa ini yang bicara dengan aksi. Sejarah Islam ditulis dengan dua warna : hitam tinta para 'ulama, dan merah darah para syuhada. Dan 'Abdullah 'Azzam, telah memberikan keduanya untuk kaum muslimin di abad keduapuluh, lalu mewaris ke abad selanjutnya hingga akhir nanti.

Kiprahnya, telah mengembalikan makna jihad ke tempat sebenarnya. "Saya baru merasa hidup selama sembilan tahun," begitu keluhnya suatu ketika. "Yang satu setengah tahun adalah jihad Palestina, yang tujuh setengah tahun adalah jihad Afghanistan. Diluar itu, benar benar tak bernilai." Inilah ia, 'Abdullah 'Azzam. Yang baginya, meraih gelar doktor syari'ah dari Al Azhar, mengajar di berbagai universitas Islam terkemuka, dan seabrek aktivitas di bangku, kursi dan lainnya adalah tak bernilai dibanding jihad. "Jihad, telah menguasai segenap jiwa dan pikiranku..," katanya suatu ketika

Ia bukan tipe 'ulama yang berfatwa tentang jihad dari atas kursi dengan menumpangkan kaki di atas tilam bersulam sambil menikmati teh sore. Ia ikut merayap diantara gempuran hujan mortir dan peluru pesawat pesawat tempur Soviet di garis depan. Ia, suatu ketika tampak bersama Ibrahim sang putera yang berusia 7 tahun, sedang memberondong pesawat dengan AK 47 sambil berteriak teriak, "Haadzal jihad! Haadzal jihad! Inilah Jihad! Inilah Jihad wahai anakku!."

Hingga hari itu pun tiba. Saat musuh musuh Islam tak lagi bisa bersabar untuk menyaksikan kematiannya. Jum'at, di dekat Masjid Sab'ullail. Sebuah bom mobil berdaya ledak tinggi meluluhlantakkan mobil yang membawa beliau, kedua putranya Ibrahim dan Muhammad, beserta dua orang yang lain. Tiang listrik dan telepon di sekitar lokasi dihamburi material besi dan potongan jasad yang tak dikenali. Tapi, Subhanallah, Maha Suci Ia. Allah menyelamatkan jasad beliau, utuh, tak tampak luka sedikitpun, hanya selarik tetes darah di tepi senyumnya. Jasad itu jatuh terduduk menyandar tembok, dan para pengantar jenazah yang ribuan jumlahnya bersaksi, ada bau wangi semerbak dari jasadnya. Wewangi yang demi Allah, kata mereka, bukan berasal dari dunia.

Tak jauh jauh tentu. Di sisi sosok agung ini, ternyata ada wanita agung pula. Ummu Muhammad begitu ia biasa di panggil. Figur istri mujahid idaman. Tak ada yang diingat orang, ketika melihat wanita ini begitu shabar atas ujian, selain sosok Al Khansa' yang menyejarah. "Ini pemuliaan dari Allah, bukan mushibah!," begitu katanya. Ya, suami dan kedua putranya dikaruniai syahid, mendahuluinya memenuhi janji kepada Allah. Lalu ia berkata seperti Al Khansa', "Selamat datang, selamat datang jika kehadiran kalian untuk mengucapkan selamat kepadaku. Tetapi ucapan belasungkawa, bukan di sini tempatnya dan bukan untukku kiranya.."

Aminah Quthb jauh dari Mesir menyempatkan menulis sepucuk surat kepada Ummu Muhammad. Surat itu diawali dengan kalimat, "Apa yang bisa kukatakan di hadapan wanita yang telah mempersembahkan ketiga cintanya sekaligus kepada Allah dalam waktu sehari?"

Ya, apa yang bisa kita katakan selain doa agar Allah mengijinkan kita bisa sepertinya?

* This story very inspiring me folks..
  Dikutip dari Buku "Agar Bidadari Cemburu Padamu" - Hal 236 - 237
  Buah  karya : Salim A. Fillah

4 comments:

  1. buku nih ternyata banyak yang baca ya...kirain cuma para kaum hawa aja yg punya koleksi nih buku...hehehe..ternyata kaum adam juga toh...
    heeeeee....
    nice
    ^___^

    ReplyDelete
  2. @aisyah muna : he..3x iya nih kemaren pas ngeliat buku ini, sinopsis nya ngasi tau kalau kaum ada bole juga baca agar lebih mengerti.. humm insyaAllah berguna suatu saat -_-;;

    ReplyDelete
  3. afwan akh..ada amanah award untuk antum di tempat saya..semoga berkenan..monggo bisa diambil...^___^v
    salam persahabatan!

    ReplyDelete
  4. @aisyah muna : Alhamdulillah award nya uda ana ambil ukht.. syukran jazakallah. InsyaAllah membawa semangat perbaikan dan perubahan ke arah yang lebih baik.. salam persahabatan juga! ^^/

    ReplyDelete